![]() |
Musdessus: Pemerintah Desa Kembang Kuning, gelar Musdessus pembentukan Koperasi Merah Putih, Kamis (24/04) |
Selong - Hasil penelitian Dr H Masngundi, Koperasi pertama kali muncul di Inggris pada tahu 1844. Lembaga ini lahir lantaran kekecewaan terhadap kaum kapitalisme yang hanya menguntungkan segelintir orang atau pemilik modal.
Tak seperti kapitalis dengan sistem majikannya. Justru koperasi hadir dengan metode kekeluargaan.
Artinya, setiap anggota berstatus sebagai pemilik modal. Hasil keuntungan usaha dibagi secara proporsional sesuai beban kerja.
Di Indonesia, koperasi masuk tahun 1896. Dipelopori oleh Raden Ngabei Aria Wirjaatmadja. Seorang patih Purwokerto di bawah pemerintahan kolonial Belanda.
Di zaman kolonial, koperasi berkembang pesat tahun 1930 hingga 1939 keanggotaan tembus 52 ribu orang. Terlebih organisasi besar pada waktu itu seperti Boedi Oetomo sampai Sarikat Islam.
Pada masa Presiden Soekarno, didapati istilah Koperasi Unit Desa (KUD). KUD, dijadikan alat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan penguat ekonomi desa.
Tahun 1960, Soekarno mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 140. PP tersebut menugaskan, koperasi sebagai penyalur bahan pokok.
Selanjutnya, dalam Musyawarah Nasional (Manuskop) Satu di Surabaya, tahun 1961 koperasi sebagai lembaga yang mengimplementasikan demokrasi dan ekonomi terpimpin.
Setelah itu barulah, dengan cepat KUD berkembang di berbagai desa. Sebagai motor penggerak perekonomian.
Keberadaan koperasi desa terus eksistensi hingga saat ini. Baik dibawah kepemimpinan, Soeharto, Bj Habibi, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati, SBY, Jokowi, hingga Presiden Prabowo Subianto.
Hanya sekedar nama dan istilahnya yang berubah. Jika dulu lebih dikenal dengan KUD sekarang sudah menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Melalui Inpres 9 tahun 2025, tertanggal 27 Maret lalu, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menginstruksikan agar secepatnya dibentuk Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di desa dan kelurahan.
Kopdes Merah Putih, disebut-sebut akan merubah wajah perekonomian desa. Sebab, lembaga simpan pinjam ini diyakini akan menjadi poros ekonomi desa.
Program dambaan Presiden Prabowo ini, mencanangkan 80 ribu Kopdes terbentuk. Yang ditentukan melalui musyawarah desa yang dilakukan oleh para pemimpin di desa.
Desa Kembang Kuning, Kecamatan Sikur, tercatat sebagai desa pertama membentuk Koperasi Kopdes Merah Putih di Kabupaten Lombok Timur. Yang dibentuk melalui Musyawarah Desa Khusus (Musdessus), diawali sosialisasi di Aula Polindes Kembang Kuning, Kamis (24/04).
Kepala Desa Kembang Kuning, H. Kalu Sujian, mengatakan program itu memiliki potensi besar meningkatkan ekonomi masyarakat.
"Program ini sangat bagus, langsung menyentuh ke masyarakat," ujarnya.
Dia menjelaskan, modal awal koperasi berasal dari simpanan pokok sebesar Rp100 ribu serta simpanan wajib Rp 10 ribu, dengan seribu anggota.
Kopdes Merah Putih Kembang Kuning, sebutnya, adalah milik seluruh masyarakat desa setempat.
Dengan langkah ini, Desa Kembang Kuning tidak hanya menjadi pelopor di NTB, tetapi juga menjadi contoh nyata bagaimana koperasi dapat menjadi penggerak ekonomi desa.
Selanjutnya pihaknya akan memiliki beberapa gerai usaha, seperti klinik desa, obat murah, pergudangan, dan transportasi.
"Kami sudah memiliki tenaga medis, sehingga gerai klinik bisa segera beroperasi," katanya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Lotim, H Salmun Rahman, mengapresiasi kesigapan Desa Kembang Kuning dalam menyambut program tersebut. Menurutnya, desa itu menjadi contoh bagi desa dan kelurahan lainnya di Lotim.
"Kami salut dengan respons cepat dari Desa Kembang Kuning," ujarnya.
Di Lotim sendiri, lanjutnya, terdapat 254 desa dan kelurahan yang diharapkan segera menyusul langkah Kembang Kuning. Sesuai amanat pemerintah pusat, terangnya, seluruh desa dan kelurahan di Indonesia wajib memiliki Kopdes Merah Putih.
Dikatakannya, ada tiga skema pembentukan koperasi. Yakni membentuk baru melalui Musdessus, mengembangkan koperasi yang sudah ada, atau merevitalisasi koperasi lama dengan pengurus dan keanggotaan yang diperbarui.
Kopdes Merah Putih akan berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tentunya dengan berbagai unit usaha yang dijalankan.
Tapi justru, praktik di lapangan keberadaan BUMDes seperti hidup segan mati tak mau. Begitu pula dengan unit usahanya, termasuk koperasi di dalamnya.
Hanya sedikit BUMDes yang bisa dikelola secara profesional. Selebihnya, hanya jadi lembaga bancakan anggaran desa agar terlihat sah secara hukum.
Di unit koperasi BUMDes misalnya. Banyak piutang yang tak bisa tertagih hingga saat ini.
Bahkan, dengan alibi pinjaman pengurus pun ikut sebagai nasabah, bahkan dengan pinjaman yang lebih besar. Praktik ini dengan identitas orang lain.
Bukankah praktik ini bagian dari korupsi, karena termasuk memperkaya diri sendiri. Jika pemerintah atau aparat penegak hukum mau, bisa saja ditindak.
"Kopdes Merah Putih akan berada di bawah naungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ada berbagai gerai usaha yang bisa dikembangkan, seperti gerai transportasi, wisata, simpan pinjam, dan lainnya," pungkas Salmun.