Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pesanggrahan Timbanuh Direncanakan Jadi Pusat Informasi Wisata

Rabu, 19 Maret 2025 | Maret 19, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-03-19T13:10:18Z
Rumah: inilah rumah peninggalan Belanda yang ada di Dusun Pesanggrahan, Desa Timbanuh, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, Sabtu (15/03).


"Pembangunan destinasi Pesanggrahan masih serampangan, tanpa diikuti oleh master plan,".

Selong, Halamankita.com - Dalam catatan sejarah Lombok, Belanda pertama kali menjejakkan kakinya di pulau Seribu Masjid pada tanggal 5 Juli 1894. Invasi Negeri Kincir Angin ini di pimpinan Jendral Vetter dan Residen Dannenbargh.

Upaya penaklukan yang dilakukan Belanda tidak mulus. Perlawanan yang tajam terhadap milisi lokal membuat mereka menginginkannya.

Pada invasi pertama dengan serdadu yang didatangkan, rupanya tidak cukup membuat orang Lombok bertekuk. Alih-alih menyerah, serdadu Belanda justru dipukul mundur di tahun yang sama.

Sadar dengan kekuatan milisi lokal yang begitu militan, Belanda mendatangkan bantuan bala. Mereka datang dalam jumlah pasukan yang lebih besar.

Baru pada tahun 1898 Lombok dipecah menjadi tiga bagian daerah administratif. Yakni Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat. Kondisi itu rupanya membuat penjajah semakin kuat menguasai Lombok.

Invasi itu sudah ratusan tahun berlalu. Namun bukti keberadaan ras kulit putih di tanah Lombok masih bisa ditemui.

Salah satu buktinya ialah sebuah rumah peninggalan Belanda di ujung Utara di kaki gunung Rinjani. Tepatnya di Dusun Pesanggrahan, Desa Timbanuh, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur.

Rumah peninggalan itu merupakan salah satu bekas benteng pertahanan kolonial Belanda pada waktu itu yang dibangun 1932 silam.

Dalam ingatan masyarakat setempat, pasukan Belanda datang dari arah barat. Meski warga dulunya mengetahui orang-orang datang adalah penjajah, namun tak memberikan perlawanan apapun.

Bangunan rumah Pesanggrahan ini berdiri di atas tanah seluas 9 are. Sejak didirikan, suasana bangunan itu sangat eksklusif. 

Tak satu pun warga pribumi yang bisa masuk maupun hanya sekedar mendekati bangunan tersebut. Menurut cerita warga setempat, pasukan Belanda tidak terlalu akrab dengan masyarakat setempat. 

Sepuluh tahun berselang, tepatnya tahun 1942 Jepang berdatangan. Mengusir tentara Belanda.

Perlawanan tentara Jepang rupanya membuat kocar kacir serdadu ras kulit putih itu, berlari menyebar turun bukit, salah satunya ke Tete Batu.

Oleh masyarakat setempat, pimpinan Jepang dikenal dengan nama Tuan Kumiya. Pemimpin pasukan negara Matahari Terbit itu, sedikit ramah dengan penjajah sebelumnya.

Namun Jepang pun tak bertahan lama sejak tahun 1945 Indonesia resmi merdeka. Barulah tempat itu dapat dimasuki oleh masyarakat setempat.

Sejak itu, Pesanggrahan, julukan lokasi itu bisa dikunjungi oleh masyarakat. Lambat laun tempat itu dijadikan salah satu destinasi tersohor di Gumi Patuh Karya.

Namun demikian, penataan lokasi itu tanpa master plan. Sehingga bangunan-bangunan dibangun secara serampangan.

"Tidak ada master plan yang jelas," Kata Kepala Desa Timbanuh, Muhammad Ilham, belum lama ini.

Dia mengatakan, sebenarnya jika ingin ada event besar ada aula yang bisa dimanfaatkan. 

Pemdes, ujarnya, tahun ini baru bisa mengelola lokasi tersebut melalui karang taruna setempat. 

Kedepan, kata dia, Pesanggrahan bakal dijadikan sebagai pusat informasi wisata, khususnya destinasi yang ada di Timbanuh.

Menurutnya, destinasi di Timbanuh terbilang komplit. Mulai dari air terjun yang jaraknya hanya 100 meter. 

"Di jalur pendakian Mayung Polak juga ada banyak air terjun dan lokasi perkemahan yang bisa dikerjasamakan dengan TNGR," paparnya.

Selanjutnya ada wisata air Sleong. Menawarkan arum jeram yang aman jika dikunjungi. 

Lebih lanjut Muhammad Ilham mengatakan, Timbanuh juga merupakan jalur resmi pendakian ke gunung Rinjani. Selain itu, menjadi pavorit bagi mereka yang camping ground.

Menurutnya, wisata yang ada di desa itu tak kalah dengan Sembalun. Apa yang tak bisa dinikmati di Sembalun dapat dinikmati di Timbanuh.

Tinggal penataan manajemen di lokasi itu disebutnya perlu dibenahi, serta perlu banyak belajar. 

"Bagaimana Pesanggarahan ini kita benahi dulu, disini kita memulai untuk mengembangkan wisata yang ada di desa," ujarnya. 

Pihaknya tak ingin berbicara uang terlebih dahulu. Menurutnya yang lebih penting dari itu keamanan dan kebersihannya.

Untuk bersaing dengan desa wisata lainnya, kata dia, pengunjung harus merasa nyaman. Mereka datang lepas harta tanpa harus mengingatnya.

"Jadi pengunjung mau parkir dimana pun tidak merasa khawatir. Bagi anak sekolah yang datang rekreasi sambil belajar," ujarnya.

Sementara Wakil Bupati Lombok Timur, H Moh Edwin Hadiwijaya, yang ditemui di lokasi itu turut mengkomentari keberadaan destinasi satu ini. Menurutnya, banyaknya bangunan baru namun bangunan lama tak tersentuh.

Wabub mengakui, lokasi itu jarang sekali mendapat sentuhan dari pemerintah. Lantaran itu, guna menjaga bukti kesejarahan pihaknya akan terus melakukan komunikasi dengan kepala desa setempat.

Edwin mengatakan, terhitung sejak tanggal 31 Desember 2024. Sebelumnya di pihak ketiga kan namu tidak dilanjutkan.

Dia meminta, agar karang taruna lebih serius dalam membangun lokasi itu. "Alhamdulillah kerja karang taruna dikawal oleh kepala desa," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Karang Tarun Desa Timbanuh, Wahidan membeberkan, sudah membuat plan agar lokasi itu semakin menarik pengunjung. Rencana itu mulai dari agenda mingguan, bulanan, hingga tahunan.

Dia mengatakan, lahan seluas 80 are itu disebutnya bisa dimanfaatkan untuk menggelar berbagai kegiatan. 

Dia memaparkan, jumlah kunjungan sebelum puasa mencapai 100 orang, memasuki bulan puasa rata-rata 50. Karcis masuk Rp 5 ribu dan parkir dikenakan Rp 2 ribu dan roda empat Rp 5 ribu.

“Rencana ada kegiatan sparing lomba gasing, lomba kecial, presean mingguan sebab kita memiliki areal cukup luas," ujarnya.
×
Berita Terbaru Update